Esai Kecil Asesmen Critical Thinking

Menemukan Arti Fisika Lewat Asesmen Berpikir Kritis


Pagi itu, kelas XI IPA tampak lebih tenang dari biasanya. Di papan tulis, Bu Rina—guru fisika yang dikenal tegas namun inspiratif menuliskan satu kalimat sederhana:

“Mengapa jembatan baja bisa melengkung saat musim panas?”


Tidak ada angka. Tidak ada rumus. Hanya sebuah pertanyaan.


Salah satu siswa, Arif, mengangkat tangan. “Itu karena pemuaian logam, Bu?”

Bu Rina tersenyum, lalu menimpali, “Benar, tapi saya ingin kalian menjelaskan lebih dari sekadar menyebut istilah. Apa buktinya? Apa implikasinya terhadap desain konstruksi? Dan bagaimana fisika menjelaskan fenomena ini secara menyeluruh?”

Hari itu, para siswa tidak hanya diminta menjawab soal-soal pilihan ganda atau menyelesaikan perhitungan. Mereka diminta menyelami konsep, menghubungkannya dengan dunia nyata, dan mempertanyakan logika di balik fenomena fisika yang biasa mereka anggap sepele.


Bu Rina menggunakan asesmen critical thinking sebagai alat untuk melihat lebih dalam bagaimana siswa memahami fisika. Ia menilai bagaimana mereka menyusun argumen, membedakan antara opini dan fakta ilmiah, serta mengaitkan teori dengan konteks nyata dari pemuaian zat, hukum Newton, hingga prinsip kerja panel surya di rumah-rumah sekitar.

Asesmen semacam ini membuka ruang bagi siswa untuk tidak hanya mengetahui fisika, tetapi juga memikirkan fisika. Mereka tidak lagi sekadar menjawab apa itu hukum Archimedes, tetapi mulai bertanya: “Bagaimana prinsip itu bekerja dalam penyelamatan kapal karam?” atau “Apa yang terjadi jika kita mengubah densitas fluida?”


Di akhir semester, Bu Rina menyadari sesuatu. Nilai-nilai mungkin tidak melonjak drastis, tapi siswa mulai terbiasa bertanya, mengkaji, dan berdiskusi secara ilmiah. Bagi Bu Rina, itulah makna pembelajaran yang sejati—mengasah nalar melalui fisika, bukan hanya menghafal rumusnya.

Comments

Popular posts from this blog

INSTRUMEN TES

Topik 1 "Assessment for learning"